Jumat, 08 Agustus 2008

Pertemukan Persepsi Ekologi Rakyat dan Pejabat

Ditulis Oleh Kompas
Selasa, 26 Agustus 2008

ImageMALANG, KOMPAS - Perlu ada pemahaman dalam melihat ekologi dengan acara mempertemukan tiga persepsi berbeda pada tiga kelompok yang berseberangan kepentingan dan kebutuhan selama ini, yakni rakyat, pejabat pembuat keputusan, dan ilmuwan. Ini karena selama ini problem yang dihadapi masyarakat dalam memahami ekologi adalah kesenjangan persepsi dan kepentingan, antara tiga kelompok, yakni rakyat, pembuat kebijakan dan ilmuwan. Melalui cara itu, tidak harus setiap lereng dihutankan, dan malah ada lereng yang d apat dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat setempat.

Demikian penegasan guru besar biologi tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Prof Dr Kurniatun Hairiah ketika memimpin kegiatan Pelatihan Nasional Kaji Cepat Hidrologi dan Cadangan Karbon di lokasi field trip acara ini di lokasi air terjun Coban Rondo, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Rabu (26/3). Sebanyak 29 peserta dari sejumlah lembaga pengamatan ekologi dan rehabilitasi lingkungan ikut serta, diantaranya dari Riau, Pekanbaru, Denpasar, Medan, Bogor, Jember, Samarinda, Lampung.

Mereka mewakili lembaga pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat serta perguruan tinggi, untuk tujuan memulai upaya membentuk pemahaman baru mengenai persepsi ekologi semua pihak tersebut. Petani dan warga sekitar memahami, bahwa ekologi harus memihak ra kyat. Tanah harus memberi perlindungan ekonomi bagi masyarakat sekitar, dan ini memotivasi warga untuk mengakses hutan, yang dipahami pejabat sebagai kegiatan penjarahan dan perusakan lingkungan.

Sebaliknya dengan pejabat setempat, yang hanya memhami bahwa tanah berstatus hutan maka harus dihutankan, sesuai dengan status hukumnya, katanya. Pelatihan yang dikelolanya berdasarkan konsep tentang trees in multi-use landscapes, pepohonan dalam bentang lahan yang serba guna, menawarkan serangkaian kajian dan metode untuk melakukan kaji cepat terhadap fungsi suatu bentang lahan dalam kerangka ekologi, dan hubungannya dengan masyarakat sekitar, seperti konflik pemilikan lahan, pasar, hingga dampaknya terha dap hidrologi, agrobiodiversitas, dan cadangan karbon.

Melalui berbagai kaji cepat terhadap fakto dependen dan independen, kemudian bisa ditentukan model manajemen lahan. Sehingga tak perlu setiap kali terjadi konflik antara Perhutani dan masyarakat mengenai pemanfaatan lahan hutan. Mungkin di suatu bentang lahan tertentu bisa dimungkinkan untuk tanaman pangan meski tetap mempertahankan dukungan ekologi, dan mungkin di kawasan lain harus dipertahankan sebagai hutan karena risiko ekologinya, ungkap Kurniatun.

Para peserta pelatihan direncanakan untuk mengetrapkan paradigma baru ekologi ini di masing-masing daerah asalnya, agar segera bisa memutus mata rantai konflik ekologi, sekaligus segera melakukan penyelematan lingkungan, katanya. Pesertanya datang dari be rbagai latar belakang, termasuk pemerintah, ilmuwan, aktivis LSM dan penyelemat lingkungan.

0 comments:

Based on original Visionary template by Justin Tadlock
Visionary Reloaded theme by Blogger Templates

Kesatuan Pemangkuan Hutan Sukabumi Visionary WordPress Theme by Justin Tadlock Powered by Blogger, state-of-the-art semantic personal publishing platform