Rabu, 21 Januari 2009

Jabar Kembangkan Kopi Arabica

Ditulis Oleh Gregorius Magnus Finesso
Rabu, 21 Januari 2009

Image

BANDUNG - Dinas Perkebunan (Disbun) Jabar memfokuskan pengembangan kopi varietas arabica terkait tingginya potensi pasar ekspor. Kasi Pemasaran Produk Primer Disbun Jabar Iyus Supriatna mengatakan sebagian besar lahan perkebunan kopi di Jabar adalah varietas robusta dengan pasar utama di dalam negeri.

"Produsen minuman olahan dan gerai kopi menyatakan minatnya untuk membeli kopi arabica dari Jabar, seperti PT Nestle, Starbuck dan Morning Glory Coffee. Namun kurangnya pasokan membuat pemenuhan permintaan belum optimal," katanya, Selasa (20/1) di Bandung.

Dia mengatakan pengembangan varietas arabica terkendala pada ketinggian lahan kebun yang minimal harus 1.000 meter di atas permukaan laut (dpl). Masyarakat, katanya, lebih memilih menanam komoditas pangan atau holtikultura dari pada menanam komoditas perkebunan yang baru bisa menghasilkan dalam hitungan tahun.

"Karenanya kami melakukan kerjasama dengan BUMN untuk bisa melakukan pengelolaan lahan milik negara, misalnya dengan Perhutani melalui program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM)," katanya.

Dia mengemukakan lahan kopi di Jabar pada tahun 2008 lalu mencapai 24.602 hektare dengan produksi mencapai 8.605 ton. Biji kopi arabica kering, kata dia, di pasaran dalam negeri bisa mencapai Rp25.000 per kg, sementara harga kopi robusta masih dibawah Rp20.000 per kg. "Produksi Jabar masih jauh dari permintaan mereka. Selama ini, baru petani kopi dari Pangalengan yang bisa memenuhi permintaan," katanya.

Rusnandar, Ketua Koperasi Petani Kopi Warga Masyarakat Hutan (Koptan Kowamah) Pangalengan mengatakan beberapa buyer yang sudah membeli kopi arabica berasal dari Korea dan Amerika Serikat. Namun, kata dia, produksi kopi arabica Koptan Kowamah baru mencapai 500 ton kopi basah per tahun, atau setara dengan 83,3 ton biji kopi kering.

"Harga kopi arabica cenderung naik terus, awal tahun 2008 harganya sekitar Rp19.000 per kg, di akhir tahun mencapai Rp25.000 per kg karena tingginya permintaan," jelasnya. Koptan Kowamah, kata dia, saat ini mengelola kebun kopi seluas 2.000 hektare, namun baru sekitar 50%-nya yang sudah berbuah.

Dia menargetkan kebun kopi yang dikelola bisa naik menjadi dua kali lipat pada tahun 2009. "Kami keliling Jabar dan menginformasikan tentang potensi arabica di pasaran dunia, Alhamdulillah saat ini petani kopi di Garut, Tasikmalaya dan Cianjur sudah mulai mengembangkan arabica," katanya.

Namun sayangnya, kata dia, proses ekspor kopi arabica masih melalui pihak ketiga sehingga terjadi kesenjangan harga di pedagang pengumpul dan konsumen terakhir. Koptan Kowamah, lanjutnya, hingga sekarang belum bisa melakukan ekspor langsung karena terhambat pembiayaan dana talangan untuk membeli kopi dari petani.

Dana talangan tersebut, kata dia, terkait penguatan stok koperasi agar proses ekspor bisa berkesinambungan karena proses panen kopi tidak terjadi setiap bulan dalam satu tahun. Tanaman kopi, jelasnya, dalam kurun waktu 12 bulan hanya mengalami masa panen selama tiga hingga lima bulan.

Gregorius Magnus Finesso

0 comments:

Based on original Visionary template by Justin Tadlock
Visionary Reloaded theme by Blogger Templates

Kesatuan Pemangkuan Hutan Sukabumi Visionary WordPress Theme by Justin Tadlock Powered by Blogger, state-of-the-art semantic personal publishing platform