Ditulis Oleh yugi prasetyo/radi saputro/ ujang marmuksinudin/ gin gin tigin ginulur | |
Selasa, 01 Juli 2008 | |
BANDUNG (SINDO) – Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten mengaku rugi Rp182 miliar akibat tindak pidana illegal logging (pembalakan liar) di Kabupaten Ciamis. Kerugian tersebut dari kerusakan sekitar 1.300 hektare lahan hutan. Kepala Unit Perhutani III Jawa Barat-Banten Muhamad Komarudin menyebutkan,dari satu hektare lahan seharusnya bisa dihasilkan sekitar 70 meter kubik kayu.Satu meter kubik nilainya Rp2 juta. Komarudin menekankan, kerusakan hutan di Cigugur, Kabupaten Ciamis, akibat pembalakan liar, masuk kategori sangat berat.Pohon-pohon yang ditargetkan ditebang pada 2008–2010 sudah habis dijarah. Bila tidak segera dihentikan, penjarahan disinyalir terus merembet ke petak- petak lain yang masih berpotensi bagus. Menurut dia, butuh waktu cukup lama untuk memulihkan lahan yang rusak akibat pembalakan liar.”Minimal lima tahun untuk masa berfungsi lagi lahan itu. Karena penanaman dimulai lagi sekitar November 2008, lahan itu baru bisa berfungsi ekologi lagi pada 2013,” ujarnya dalam jumpa pers di Kantor Perum Perhutani Jawa Barat- Banten, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung,kemarin. Perhutani memilih jenis mahoni, jati, dan albasiah dengan harapan ketiga tanaman tersebut dapat tumbuh dengan cepat. ”Biar setelah tanaman itu berumur 10 tahun, masyarakat sudah bisa merasakan hasilnya,”jelasnya.Ada sekitar 14 juta bibit pohon yang sudah disiapkan untuk ditanam. Lahan tersebut akan digarap secara berkala dengan bantuan masyarakat sekitar melalui program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM).Masyarakat mendapatkan bagian 25% dari hasil setiap kali panen. Sosialisasi program pemulihan ini sudah dilakukan pada 25 Juni lalu dengan melibatkan para kepala desa di sekitar Hutan Cigugur. Desa-desa tersebut adalah Desa Cigugur,Campaka,Langkaplancar, Pagerbumi,Harum Mandala,Jaya Sari, dan Desa Kertajaya. Desa-desa lain di luar Kecamatan Cigugur ternyata ingin juga dilibatkan. Desa-desa itu adalah Desa Bangun Karya,Kali Jaya,Bojong, Sela Sari,dan Jati Mulya. Sementara itu,Kepala Biro Hukum,Keamanan, dan Humas Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten Andrie Suyatman mengatakan, tidak akan segan-segan menindak pelaku pembalakan. ”Jangankan masyarakat, oknum pegawai Perhutani pun akan kami tindak dan bila perlu dipecat,” tegasnya. Selama Operasi Hutan Lestari Lodaya 2008 dilaksanakan pada akhir Juni lalu, setidaknya 7 oknum pegawai Perhutani ditangkap karena terlibat pembalakan. ”Belum lama ini kami juga mengeluarkan kepala RPH Kabupaten Garut dan pegawainya yang terlibat masalah tersebut,”beber Andrie. Sementara itu,Polres Ciamis kemarin malam menangkap seorang tersangka pelaku pembalakan liar saat beraksi di kawasan Hutan Lindung Perum Perhutani, Blok Cikabuyutan Petak 68 A.Pelaku bernama Bebeng Sumiarsa, 30, warga Dusun Patinggen II RT23/07, Desa Karang Pawitan, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Ciamis. Kasat Reskrim Polres Ciamis AKP Agus Gustiaman mengungkapkan,Bebeng ditangkap sejumlah petugas Polisi Sektor (Polsek) Kalipucang saat mengangkut kayu jati yang diduga hasil pembalakan liar menggunakan sebuah truk di Desa Bagolo,Kecamatan Kalipucang. ”Selain menangkap Bebeng, kami juga masih melakukan pengejaran terhadap dua buron yang diduga ikut terlibat melakukan aksi pembalakan itu,”ujar Agus. Di Garut, Menteri Kehutanan MS Kaban meminta Polda Jawa Barat mengusut tuntas kasus pembalakan liar di wilayah Jawa Barat bagian selatan. Menurut Kaban, siapa pun pihak yang melakukan okupasi terhadap kawasan hutan harus mendapat hukuman setimpal, termasuk tokoh masyarakat atau kelompok tertentu yang kerap berdalih atas nama rakyat. ”Dalam masalah penegakan hukum harus ada konsistensi karena kawasan hutan di Jawa Barat kondisinya saat ini sangat memprihatinkan. Beri hukuman setimpal kelompok yang memanipulasi dengan bahasa rakyat tapi pada dasarnya dia melakukan perusakan hutan,”kata Kaban di sela apel siaga penanggulangan kebakaran hutan Kompleks Pegunungan Papandayan kemarin. Raperda Hutan Ditolak Setelah memasuki tahapan konsultasi,RaperdaPeredaran Hasil Hutan usulan Pemprov Jawa Barat yang dikonsultasikan kepada Departemen Dalam Negeri (Depdagri),ditolak Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mardiyanto. Anggota Pansus I DPRD Jawa Barat yang membahas12 Raperda Pemprov Jawa Barat M Nuh menjelaskan, alasan Mendagri menolak raperda itu karena penarikan retribusi hasil hutan merupakan kewenangan pemerintah pusat. ”Jika ada retribusi lain yang ditarik oleh pemerintah daerah yang diatur melalui peraturan daerah dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih dalam penarikan retribusi hasil hutan,”terangnya. Namun Nuh menilai, sebenarnya usulan Raperda Peredaran Hasil Hutan sangat beralasan. Jika raperda tersebut dapat diterbitkan menjadi perda, hal tersebut dapat dijadikan sarana untuk mengendalikan hasil hutan sehingga hutan akan berfungsi sebagai daerah resapan air dan sekaligus sebagai sumber air. (yugi prasetyo/radi saputro/ ujang marmuksinudin/ gin gin tigin ginulur) |
0 comments:
Posting Komentar