Ditulis Oleh Wongso A MS
Rabu, 26 November 2008
Dalam musim hujan seperti sekarang ini, banjir, erosi dan longsor selalu menghantui daerah rawan bencana. Peristiwa longsor di Karanganyar setahun yang lalu yang menelan jiwa puluhan orang masih terbayang di benak kita. Untuk itu, upaya antisipasi harus dilakukan. Pengaturan luas hutan menjadi sangat penting dalam mengurangi risiko erosi, longsor dan banjir di kawasan daerah aliran sungai (DAS), mengingat hutan merupakan penutupan lahan yang paling baik dalam mencegah erosi dan longsor. Oleh karena itu, penetapan luasan hutan minimum 30% dari luas DAS merupakan satu langkah yang tepat dalam menanggulangi erosi, longsor dan banjir, di samping upaya konservasi lainnya.
Sistem penghutanan kembali baik di dalam dan di luar kawasan dapat dilakukan melalui pola agroforestry. Pola agroforestry merupakan pola tumpang sari antara tanaman pohon (hutan) dengan tanaman pertanian, mampu menutup tanah dengan sempurna sehingga berpengaruh efektif terhadap pengendalian erosi dan peningkatan pasokan air tanah.
Seperti yang dilakukan Perhutani dalam rangka pelaksanaan program pembangunan hutan, menerapkan pola agroforestry dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan untuk ikut berpartisipasi, seperti program pembangunan hutan bersama masyarakat (PHBM). Selain itu, penghijauan di lahan petani (pembangunan hutan rakyat) sangat efektif dilakukan melalui pola agroforestry, karena petani tertopang kebutuhan hidupnya dari usaha pertaniannya sekaligus sebagai upaya penghijauan.
Agroforestry sangat tepat untuk dikembangkan dalam pengelolaan DAS (pengendalian banjir dan longsor) dengan pertimbangan; 1) mampu menutup permukaan tanah dengan sempurna, sehingga efektif terhadap pengendalian erosi/longsor dan peningkatan pasokan dan cadangan air tanah, 2) variasi tanaman membentuk jaringan perakaran yang kuat baik pada lapisan tanah atas maupun bawah, akan meningkatkan stabilitas tebing, sehingga mengurangi kerentanan terhadap longsor, 3) terkait rehabilitasi lahan, mampu meningkatkan kesuburan fisika (perbaikan struktur tanah dan kandungan air), kesuburan kimia (peningkatan kadar bahan organik dan ketersediaan hara) dan biologi tanah (meningkatkan aktivitas dan diversitas), morfologi tanah (pembentukan solum), dan 4) mempunyai peran penting dalam upaya rehabilitasi lahan kritis.
Secara sosial-ekonomis, beberapa keuntungan yang diperoleh melalui penerapan sistem agroforestry meliputi : 1 mampu mengoptimalkan input lokal, 2) meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi risiko kegagalan total, 3) menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, 4) sifatnya yang tidak bertentangan dengan kondisi sosial masyarakat, dan 5) mempunyai peran penting dalam peningkatan kualitas lahan.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas menekan laju erosi, penerapan pola agroforestry dapat dipadukan dengan upaya-upaya konservasi lainnya, seperti pembuatan teras bangku, saluran pembuangan, pembuatan terjunan air dan pembuatan bangunan lainnya, sehingga sedimentasi dapat ditekan. Selain tumpang sari tanaman tahunan dan tanaman semusim (pangan) juga dapat dimasukkan tanaman hortikultura dan rumput pakan ternak, sehingga tercipta pola usaha tani terpadu dengan ternak. Tanaman pangan (semusim) dilakukan pada bidang teras seperti padi, kacang tanah, kedelai, jagung dan kacang panjang sebagai tanaman sela.
Di samping itu, pada bidang teras yang sama dilakukan penanaman tanaman tahunan sebagai tanaman pokok dengan jarak tanam antara 6-8 meter (sesuai kondisi lokasi) dengan tanaman seperti jati, mahoni, pinus dan lainnya. Jika tanaman pohon sebagai tanaman pokok sudah semakin rapat penutupan tajuknya, maka dicarikan tanaman yang lebih tahan terhadap naungan seperti empon-empon.
Peristiwa tanah longsor di Karanganyar tahun lalu dan daerah lain baru-baru ini merupakan bencana alam yang harus diminimalisasi dan diantisipasi agar tidak terulang. Bencana alam tanah longsor sering terjadi karena pola pemanfaatan lahan yang tidak mengikuti kaidah kelestarian lingkungan, seperti gundulnya hutan akibat deforestasi, dan konversi hutan menjadi lahan pertanian dan permukiman di lahan berkemiringan lereng yang terjal.
Tidak berfungsi
Longsor adalah peristiwa meluncurnya material tebing atau bidang tanah yang lerengnya sangat miring. Penyebab utama dan pemicu peristiwa longsor ini curah hujan yang tinggi, selain kondisi lahan yang tidak mendukung. Hal ini diakibatkan tanah jenuh air dan pengikat agregat tanah tidak berfungsi, sehingga tanah dan material meluncur ke bagian bawah lereng. Pengikat agregat tanah pada umumnya berupa perakaran pohon. Selain itu, tanah longsor terjadi karena pada lereng curam terdapat bidang peluncur di bawah permukaan tanah yang kedap air, dan terdapat jenuh air dalam tanah di atas lapisan kedap. Curah hujan saat kejadian sangat tinggi yang mengguyur sepanjang malam menyebabkan masa tanah di permukaan menjadi jenuh air, sehingga lereng tidak stabil lagi, dan terjadi longsor.
Peran vegetasi hutan dalam mengendalikan stabilitas tanah pada lereng sangat besar melalui peran secara hidromekanik dan bioteknik. Vegetasi berperan dalam aspek hidrologi yaitu menurunkan kelembaban air tanah melalui proses evapotranspirasi dan aspek mekanis perkuatan ikatan akar pada partikel tanah pada lereng (jaringan akar dan penjangkaran akar sampai lapisan kedap). Di antara faktor yang berpengaruh pada longsor, faktor vegetasi merupakan faktor yang dapat kita kelola, baik melalui pemilihan jenis tanaman maupun pengaturan kerapatan tanaman. Keberadaan pohon di sepanjang tebing sangat mempengaruhi stabilitas tebing melalui fungsi perakaran yang melindungi tanah sehingga mempengaruhi ketahanan geser (shear strength) tanah. Besarnya ketahanan geser tanah ditentukan oleh karakteristik sifat fisik tanah. Akar pohon dapat berfungsi dalam mempertahankan stabilitas tebing melalui dua mekanisme yaitu : 1) mencengkeram tanah lapisan atas (0-5 cm), dan 2) mengurangi daya dorong masa tanah akibat pecahnya gumpalan tanah.
Agroforestry merupakan strategi yang paling tepat untuk meningkatkan stabilitas tebing adalah dengan meningkatkan diversitas pohon yang ditanam dalam suatu lahan untuk meningkatkan jaringan akar-akar yang kuat baik pada lapisan tanah atas maupun bawah.
Oleh karena itu, untuk konservasi daerah tebing rawan longsor (berlereng curam) sebaiknya penghijauan dengan pohon yang sistem perakarannya dalam, dan diselingi dengan tanaman-tanaman (perdu) yang lebih pendek dan ringan, dan bagian dasar ditanami rumput. Perbaikan dan pemeliharaan drainase perlu dilakukan untuk menjauhkan air dari lereng, menghindarkan air meresap ke dalam lereng, atau menguras air dalam lereng keluar lereng sehingga air jangan sampai tersumbat atau meresap ke dalam tanah agar stabilitas lereng tetap terjaga. - Oleh : Prof Dr Ir H Suntoro Wongso A MS, Dekan Fakultas Pertanian UNS
0 comments:
Posting Komentar