Ditulis Oleh Kompas
Selasa, 30 Juni 2009
Semarang, Kompas - Nasib Rancangan Peraturan Daerah tentang Lahan Pertanian Abadi, yang disiapkan sejak 2008 makin tidak jelas di Dewan Perwakilan Daerah Jawa Tengah. Raperda lahan abadi itu, hingga akhir Juni 2009, belum dapat dibawa ke rapat paripurna DPRD Jateng karena ada kendala faktor teknis di lapangan.
Anggota DPRD Jawa Tengah, Soejatno Pedro HD, Senin (29/6), mengatakan, kini ada dua panitia khusus (pansus) di DPRD yang akan menyelesaian pembahasan raperda tentang kelebihan muatan di jalan raya serta raperda yang mengatur kawasan pesisir dan pulau-pulau.
"Sementara raperda soal lahan pertanian abadi, belum ada kabar apakah akan dibawa ke rapat paripurna sebelum di pansus," kata Soejatno Pedro, dari Fraksi Partai Golkar.
Untuk mempertahankan Provinsi Jateng sebagai lumbung pangan besar di Jawa, Pemprov Jateng berencana mempertahankan lahan pertanian subur tidak kurang dari sekitar 980.468 hektar. Dari jumlah itu, 80 persen diproteksi dan dipertahankan sebagai lahan pertanian pangan melalui perlindungan peraturan daerah sebagai lahan sawah abadi.
Anggota DPRD Khafid Sirotudin mengatakan, harapan raperda tentang pertanian bisa dituntaskan DPRD periode 2004-2009. Jika hal itu terwujud, Provinsi Jateng bakal menjadi provinsi pertama di Indonesia yang melahirkan perda tentang perlindungan lahan pangan.
Namun, ambisi memiliki perda tentang lahan pangan abadi itu, kecil kemungkinan terwujud. Pertama, kini belum ada perkembangan nasib raperda itu di pembahasan lebih tinggi di tingkat DPRD. Kedua, ada kendala teknis di lapangan jika menindaklanjuti pembahasan raperda lahan pangan abadi.
Berdasarkan kajian, melindungi lahan pangan bukan persoalan gampang. Lahan pangan tidak hanya mengenai lahan sawah, tetapi mencakup pula lahan pangan nonpadi, seperti jagung, singkong, kedelai, dan tanaman pangan lain. Mayoritas lahan pangan nonpadi adalah lahan tadah hujan, lahan perkebunan dan lahan kering milik Perhutani.
"Perlu mengkaji lebih dalam lahan di bawah instansi terkait karena status lahan mereka dapat berubah," kata Khafid. (WHO)
0 comments:
Posting Komentar