Senin, 08 Juni 2009

Penebangan liar perusak lingkungan terbesar

Ditulis Oleh Solo Pos
Senin, 08 Juni 2009

Solo (Espos) Masih maraknya penebangan liar di sejumlah hutan negara dan tingginya lahan kritis di Wonogiri sebagai daerah hulu Bengawan Solo, diperkirakan menjadi penyumbang terbesar kerusakan lingkungan di wilayah Soloraya.

Berdasarkan catatan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Surakarta, pencurian kayu di hutan negara dari bulan ke bulan masih terbilang tinggi. Praktik pencurian kayu paling banyak terjadi di Badan Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Tangen yang berlokasi di Sragen. Sejak awal Januari hingga April lalu misalnya, total pencurian kayu di tujuh BKPH mencapai 308 tunggakan dengan total kerugian selama empat bulan itu yang mencapai Rp 46.248.000.

Andriyono dari Bagian Humas dan Agraria KPH Surakarta mengakui, pencurian kayu di wilayah Sragen memang marak terjadi. “Kami sebenarnya sudah melakukan patroli dan memeringatkan warga sekitar agar tidak mengambil kayu tanpa izin. Namun karena warga tidak mengindahkan dan tetap nekat, ya mau bagaimana lagi,” paparnya saat dijumpai Espos di ruang kerjanya pekan lalu.

Fenomena maraknya pencurian kayu di hutan negara terutama di hutan lindung, jelas Andriyono, membuat KPH Surakarta merasa prihatin. Hal yang sama dilontarkan Asisten Perhutani (Asper) BKPH Wonogiri, Budi Rusmanto. “Meskipun kami sudah rutin melakukan patroli, yang namanya pencurian kayu tetap saja ada. Kadang sulit ditangkap karena pencurian kayunya tergolong pencurian kecil. Biasanya yang mencuri kayu adalah warga sekitar untuk membangun rumah mereka sendiri atau untuk dijual,” ujarnya.
Padahal, tegas Budi, pencurian kayu berisiko tinggi menyebabkan kerusakan alam. “Akibat pencurian adalah munculnya lahan-lahan kosong. Nah, ketika di hutan lindung ada lahan kosong, fungsi hutan sebagai penyerap air hujan dan pencegah erosi akan terganggu,” jelasnya.

Di lahan yang kosong itu, tambah Budi, air hujan tak terserap menjadi air tanah, melainkan diluncur bebas menjadi air permukaan. Padahal, imbas aliran air permukaan yang deras pun berbahaya. Air permukaan bisa menggerus humus tanah alias lapisan tanah yang subur dan menyebabkan tumpukan sedimentasi di sungai.

Penanaman pohon

Di saat KPH Surakarta memprihatinkan masih maraknya pencurian kayu, Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Wonogiri mencemaskan tingginya lahan kritis di Wonogiri. Berbagai upaya mereka lakukan untuk mengurangi keberadaan lahan kritis tiap-tiap tahunnya, di antaranya dengan penanaman pohon di lahan kosong dan penanaman rumput di dataran miring serta berbagai upaya penghijauan lainnya.

Berdasarkan data KLH yang diperoleh dari Dinas Kehutanan Wonogiri, saat ini ada kurang lebih 53.858.447 meter persegi lahan kritis di kabupaten tersebut. Sementara total luas Wonogiri 182.236.023 meter persegi. Itu berarti 29,5 % lahan di Wonogiri berada dalam kondisi kritis. Keberadaan lahan kritis itu di luar hutan negara atau biasanya berstatus tanah milik warga.

Kepala KLH, Sapuan menerangkan, lahan kritis apabila dibiarkan berbahaya bagi lingkungan hidup. “Lahan kritis itu biasanya kan jarang dipenuhi tumbuhan. Macam-macam yang menjadi penyebab, di antaranya jenis tanah yang tidak begitu subur,” jelasnya.

Kondisi ini dinilai pengajar geografi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Yasin Yusuf MSi adalah persoalan bersama seluruh kota maupun kabupaten di Soloraya. Sebaliknya, bukan hanya menjadi tanggung jawab Kabupaten Wonogiri seperti yang selama ini terjadi.

“Pelestarian lingkungan, mulai dari penyelamatan lahan kritis, pengelolaan sumber air hingga penanggulangan bencana adalah tanggung jawab bersama pemerintah maupun masyarakat mulai dari daerah hulu hingga daerah hilir Sungai Bengawan Solo. Bukan sebaliknya, semata-mata menjadi tugas pemerintah maupun masyarakat di daerah hulu,” jelasnya. Sebab, yang merasakan manfaatnya adalah semua warga mulai hulu hingga hilir. - Oleh : Tim Espos

0 comments:

Based on original Visionary template by Justin Tadlock
Visionary Reloaded theme by Blogger Templates

Kesatuan Pemangkuan Hutan Sukabumi Visionary WordPress Theme by Justin Tadlock Powered by Blogger, state-of-the-art semantic personal publishing platform