Minggu, 28 Juni 2009

Perlunya MoU Menyelamatkan Lingkungan

Ditulis Oleh ZAINUL ARIFIN
Minggu, 28 Juni 2009

KETIKA peringatan Hari Lingkungan Hidup 2009 di Arboretum di Desa Sumber Brantas, Kec. Bumiaji, Kota Batu, Gubernur Soekarwo meminta Perhutani dan Perum Jasa Tirta (PJT) membuat kesepahamam bersama (Memorandum of Understanding) bersama Pemprop Jatim, Pemkot Batu, dan pemerintah pusat.

Perlunya MoU ini sebagai upaya penyelamatan lingkungan Arboretum di daerah anak sungai (DAS) Brantas, Kota Batu. Mengingat, sari luas 920 hektar lahan hutan milik Perhutani di “Kota Wisata” ini dalam kondisi kritis. Hal ini telah mempengaruhi kerusakan lingkungan yang berujung pada menurunnya debit air. Bahkan beberapa sumber mata air sudah mati.

“Saya berharap Perhutanai dan PJT mau membuat MoU dengan berbagai pihak untuk penyelamatan lingkungan, apalagi DAS Brantas di Kota Batu ini eksistensi airnya dibutuhkan 43 persen masyarakat di Jatim,” katanya.

Lebih lanjut, Pakde, sapaan akrab Gubernur Jatim pada acara itu sempat memanggil kepala Perhutani Unit II Jatim, Miftahudin Afandi dan kepala PJT Jatim, Tjuk Waluyo Soebiyanto diminta komitmennya dalam penyelamatan lingkungan terutama sumber mata air di DAS Brantas.

Sejauh itu, pihak Perhutani sanggup mengadakan gerakan reboisasi dan revitalisasi di luas lahan yang kritis, terutama di fokuskan di DAS Brantas Arboretum. Sementara PJT menyiapkan pembebasan lahan di radius 200 meter disekitar area sumber mata air. ”Setelah dibebaskan, akan dilakukan reboisasi untuk meningkatkan debit air di setiap sumber air,” kata Tjuk Waluyo Soebiyanto.

Pakde tetap berpendapat MoU melibatkan semua pihak berkompeten penyelamatan lingkungan adal suatu langkah kongkrit. Bahkan Pemprov Jatim siap melakukan MoU untuk sharing antara Pemkot Batu, Pemprop Jatim, PJT, Perhutani, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan masyarakat.

Staf ahli bidang ekonomi dan pengentasan kemiskinan KLH, Sri Budi Astuti mengatakan, upaya penyelamatan lingkungan membutuhkan keterlibatan semua pihak. Apalagi kerusakan lingkungan mempengaruhi sumber mata air. “Sebenarnya sumber mata air mempunyai aspek ekonomi yang semestinya menguntungkan masyarakat disekitar sumber mata air itu berada,” tuturnya.

Berdasarkan PP no 42/2008 tentang pengelolaan air, DAS Brantas di Kota Batu termasuk tipe A atau secara kualitas baik. Sedangkan berdasar data 2007, DAS Brantas di Kota Batu termasuk hulu mengalami kerusakan sedang. Sedangkan sungai Porong yang termasuk hilir malah mengalami kerusakan parah.

Penyebab utamanya adalah limbah domestik dan kerusakan lingkungan sekitar. “Untuk itu dibutuhkan skema penyelamatan terutama di hulu atau DAS Brantas Kota Batu, karena mempengaruhi sumber air di sektor hilir,” lanjut Sri.

Sedangkan Plh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemprop Jatim, Dewi Yuniar mengungkapkan dari 111 sumber mata air yang ada di Kota Batu kini hanya 57 saja yang masih berfungsi. Itupun debit mata airnya telah mengalami penurunan yang drastis.

“Perilaku masyarakat yang tidak ramah lingkungan menjadi faktor penentu rusaknya lingkungan,” ujarnya. Berdasarkan data BLH Jatim, kondisi lahan kritis DAS Brantas bagian hulu di Kota Batu terdapat lahan kritis di dalam kawasan hutan seluas 925 hektar. Walikota Batu, Edi Rumpoko mengatakan, dibutuhkan penyelamatan lingkungan berbasis kesadaran masyarakat. “Jadi penyelamatan lingkungan itu memang harus melibatkan semua pihak mulai dari masyarakat, pemerintah, hingga kelompok swasta pecinta lingkungan,” tuturnya.*

0 comments:

Based on original Visionary template by Justin Tadlock
Visionary Reloaded theme by Blogger Templates

Kesatuan Pemangkuan Hutan Sukabumi Visionary WordPress Theme by Justin Tadlock Powered by Blogger, state-of-the-art semantic personal publishing platform