Kamis, 16 Juli 2009

Sertifikat CoC akan dongkrak pangsa pasar Perhutani

Ditulis Oleh Erwin Tambunan
Kamis, 16 Juli 2009

JAKARTA: Direksi Perum Perhutani, BUMN di sektor kehutanan, memperkirakan pangsa pasar dan harga produk mereka pada tahun ini masing-masing akan meningkat 25% dan harga 5%-15%.

“Kita harapkan peningkatan pangsa pasar hingga 25% dan harga minimal 5%-15% dari harga pasar. Misalnya, harga flooring US$3.000 per meter kubik [m3] akan naik 15%, garden furniture yang harganya mulai US$50 per potong, akan naik 5%,” ujar General Manager Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Industri Kayu Cepu Perum Perhutani, Adi Pradana seusai penyerahan sertifikat Chain of Custody (CoC), ISO 9001 dan verifikasi legalitas asal usul kayu (Verification of Legal Origin/VLO) kepada perusahaan itu di Jakarta, kemarin.

Proses pencapaian penghargaan yang berlangsung selama 6 tahun itu, menurut Pelaksana tugas (Plt) Dirut Perum Perhutani, Upik Rosalina Wasrin bukti kepedulian perusahaan terhadap pengelolaan hutan secara lestari.

Sertifikat CoC dan sistem manajemen mutu ISO 9001 diperoleh KBM Industri Kayu Cepu Jawa Tengah, sementara sertifikat VLO yang distandardisasi oleh Smartwood diberikan kepada Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung, Jawa Timur. Perhutani menargetkan seluruh KPH yang berjumlah 57 mendapatkan CoC yang mengacu skema FSC. Sebelum 2015, seluruh KPH diharapkan bisa dapat sertifikasi.

Adi Pradana mengakui sertifikat yang diperoleh industrinya memberikan peluang besar bagi produk kayu Perhutani, seperti flooring dan garden furniture, untuk diekspor dengan volume yang lebih besar. Pencapaian, selain meningkatkan pangsa pasar, akan meningkatkan pembeli sampai 30%. “Kalau selama ini kita fokus ke Italia, Jerman, Spanyol, Korea, dan Jepang, dengan perolehan sertifikat ini diharapkan pembeli dari negara Eropa lainnya berminat,” katanya.

Namun, katanya, setiap produk berlabel CoC ini akan dikenai biaya 2,5% dari total produk yang dijual, yang merupakan ketentuan Tropical Forest Trust (TFT) yang setiap anggotanya menerapkan sertifikasi pada setiap produknya.

Masalahnya, menurut Koordinator Kehutanan/Operasi SmartWood untuk Asia Pasifik, Christian Sloth, sertifikat yang harus dimiliki untuk bisa memperlancar penetrasi pasar ini tidak menjamin bisa meningkatkan harga produk yang diekspor.

Keharusan memiliki berbagai sertifikat yang disyaratkan untuk memasuki pasar negara maju, menurutnya, lebih karena permintaan dari perusahaan importir dan konsumen. Apalagi, kata Christian, sertifkasi lebih bersifat sukarela dan bukannya paksaan dari negara konsumen. “Sertifikasi bukanlah produk dari keputusan politik, melailnkan merupakan ketentuan yang dirumuskan oleh swasta,” tuturnya.

Oleh Erwin Tambunan
Bisnis Indonesia

Bookmark and Share

0 comments:

Based on original Visionary template by Justin Tadlock
Visionary Reloaded theme by Blogger Templates

Kesatuan Pemangkuan Hutan Sukabumi Visionary WordPress Theme by Justin Tadlock Powered by Blogger, state-of-the-art semantic personal publishing platform