Jumat, 22 Agustus 2008

Ekspedisi Anjer-Panaroekan

Ditulis Oleh Kompas
Jumat, 22 Agustus 2008

ImageTerbentuknya Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) sejak 200 tahun silam memudahkan distribusi bahan baku untuk industri perahu rakyat di Rembang, Jawa Tengah, hingga Panarukan, Jawa Timur. Ironisnya, industri perahu itu terpuruk lantaran tidak diikuti pengembangan sarana industri perikanan.

Lihat saja, pemerintah tidak peduli kondisi dermaga pendaratan ikan yang menyulitkan nelayan tradisional,” kata Koordinator Pengembangan Bisnis Komunitas Pecinta Kapal Tradisional (KPKT) Rembang, Rasnadi (29), Kamis (21/8).

Contohnya di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Sarang. Dermaga tempat tambat kapal rusak parah dan kolam dermaga mengalami sedimentasi hebat. Kondisi itu mengakibatkan nelayan yang baru melaut tidak bisa menambatkan perahunya langsung di dermaga. Hasil tangkapan berupa ikan harus dibawa secara ”estafet” menggunakan perahu kecil ke tepi pantai.

Wilayah Kabupaten Rembang saat ini memiliki 12 TPI di sepanjang pantai yang panjangnya sekitar 62 kilometer. Berarti, rata- rata tiap 5 kilometer terdapat satu TPI.

Produksi ikan tangkap di Rembang pada 2007 mencapai 27.067.062 kilogram dengan nilai Rp 126,82 miliar. Terjadi penurunan drastis dibandingkan dengan produksi 2001 yang mencapai 51.365.000 kilogram dengan nilai Rp 115,71 miliar.

Perajin kapal

Sebanyak sembilan galangan kapal untuk industri perahu tradisional saat ini dapat ditemui di Desa Kalipang dan Desa Karangmangu di Kecamatan Sarang, Rembang. Rata-rata dalam setahun masing-masing mampu memproduksi 7-8 kapal berbahan baku utama kayu jati dari Perum Perhutani di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Menurut Tohir (60), salah satu pembuat perahu tradisional Rembang, dibutuhkan 30 meter kubik kayu jati untuk membuat satu perahu mini pursine yang berukuran lebar 6 meter dan panjang 24 meter. Ongkos pembuatan serta pemenuhan bahan bakunya membutuhkan biaya minimal Rp 250 juta.

Industri galangan kapal tradisional lainnya di sepanjang Jalan Raya Pos di Jawa Tengah juga dapat ditemui di Desa Bajomulyo, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Namun, sejak 1978 tidak berfungsi dan sekarang menjadi kawasan permukiman nelayan.

”Saat kelas I SD, galangan masih ramai. Sekitar tahun 1962, galangan masih ada dan mulai tidak berfungsi sejak tahun 1978,” kata Ahmad Alim, warga Desa Bajomulyo (50).

”Dulunya lokasi galangan kapal di Juwana sekitar 500 meter panjangnya. Di dekatnya ada sungai dengan lebar 100 meter, namun saat ini menyempit menjadi 50 meter,” cerita Ahmad.

Galangan kapal di Juwana pernah meramaikan perdagangan kayu jati. Jalur kereta lori pada masa kolonial Belanda juga pernah dibuat untuk kelancaran distribusi kayu dari Kabupaten Pati ke galangan kapal Juwana.

Keunikan yang dimiliki para pembuat perahu tradisional di Rembang adalah tidak pernah menggunakan gambar rancangan perahu yang akan dibuat. Ini diakui pula oleh Sunardi (54), pemilik industri galangan kapal tradisional UD Jati Pagar Nusa, mitra binaan Perum Perhutani Kebon Harjo, Rembang.

Dalam perkembangannya, industri perkapalan juga memunculkan industri kuningan. Bahan baku industri kuningan antara lain adalah rongsokan baling-baling kapal yang kemudian dilebur untuk berbagai peralatan dan suvenir berbahan kuningan. (hen/gal/aci/nel/naw)

0 comments:

Based on original Visionary template by Justin Tadlock
Visionary Reloaded theme by Blogger Templates

Kesatuan Pemangkuan Hutan Sukabumi Visionary WordPress Theme by Justin Tadlock Powered by Blogger, state-of-the-art semantic personal publishing platform